PARADIGMA ARISTOTELIAN MENGENAI SEMESTA
Paradigma Aristotelian mewakii paradigma yang teologik berpankal pada pemahaman bahwa hakekat alam semesta sebagai suatu keteraturan atau suatu tertib (order) yang telah bersifat pre – established, dalam arti “sudah tercipta dan menjadi ada sejak awal mulanya”. Eksistensi alam semesta telah ada dalam idea Tuhan, yang normatif sebelum ada dalam wujudnya yang empirik dalam penglihatan atau pengamatan manusia. Menurut pemikiran Aristoteles, “alam semesta itu tidak hanya merupakan sesuatu ‘ada sebelum ada’ (pre – established), tetapi juga sifat kehadirannya mempunyai keselarasan (harmony) yang final dan sekaligus merupakan suatu rancangbangun tatanan yang terwujud hanya karena adanya suatu penciptaan oleh Yang Maha Sempurna, yang oleh sebab itu juga mengisyaratkan adanya tujuan subyektif Sang Maha Sempurna yang bersifat final (causa finalis), yaitu kesempurnaan yang tidak dapat diganggu”.
Episteme Aristotelian yang mengintrodusir pemahaman “alam semesta” sebagai suatu tertib tunggal yang bersifat pre – established, finalistik, serba berkelarasan dan teologik (berasal dari kata ‘teleos’ yang berarti tujuan), mendeskripsikan alam semesta sebagai suatu tertib kodrati yang telah sempurna, yang tidak sekedar “tidak akan dapat diganggu” tetapi juga bermakna “tidak boleh diganggu”. Alam semesta merupakan ekspresi kecerdasan dan kearifan Illahi, dan setiap elemen dalam tatanan moral (yang organik maupun anorganik, termasuk manusia) sudah memiliki kodrat dan oleh karena itu harus berperilaku menurut keniscayaan yang sudah bersifat kodrati tersebut sedemikian rupa, agar keteraturan dan keselarasan dalam tertib alam semesta senantiasa terpelihara.