PRINSIP PRECEPTUAL SELECTIVITY DAN SUKSESI PEMILIHAN PRESIDEN
Dalam prinsip “Preceptual Selectivity”, dianut sikap politik yang cenderung membatasi diri secara cermat dan selektif untuk menanggapi aspek – aspek tertentu saja dari semua persepsi yang mencuat ke permukaan dalam percaturan politik, yang merupakan selektivitas aturan. Esensi prinsip “Preceptual Selectivity” ialah keselektifan dalam menilai fenomena – fenomena (gejala – gejala) termasuk simpang siur opini dan persepsi yang berkembang dalam masyarakat, apalagi dalam situasi dan kondisi politik yang sedang mengalami goncang (shock), baik karena pengaruh tekanan – tekanan terutama dari para “POLITIKUS BUSUK”, “KELOMPOK INTOLERANT”, “KELOMPOK RADIKALISME“, dan bahkan “KRONI ORDE BARU” yang masih bertekad mempertahankan hegemoninya dengan membangun kembali “DINASTI OTORITARIAN” atau tekanan yang datangnya dari luar yang bermaksud merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui aspek teknologi, ekonomi dan sebagainya. Seperti sejak tahun 1998, saya pernah menyatakan dalam berbagai kegiatan aksi bahwa rakyat Indonesia harus tetap waspada sebab Orde Baru dalam narasi konteks “Pengaruh dan Kekuasaan” sampai saat ini sesungguhnya belum “lengser keprabon” (step down), tetapi masih sebatas mundur (step back) dan setiap saat dia dapat bermetamorposa untuk menampilkan eksistensiya.
Indonesia masa/era reformasi dewasa ini, dimana gerakan reformasi itu seperti tak punya konsep yang jelas mengenai misi dan visinya (bebeda dengan tekad dan prinsip Gerakan Reformasi Tahun 1998), bahkan dapat dikatakan visi dan misi reformasi tidak sesuai dengan konstruksi yang dicita – citakan oleh “moral movement” dalam kebangkitannya pada pertengahan tahun 1998, apakah reformasi itu sekedar mengembangkan power structure yang sedang berkuasa atau benar – benar memiliki visi dan misi sesuai ekspektasi perjuangan “Gerakan Perubahan” yaitu untuk melakukan pembaharuan (reform) dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dari yang tadinya dinilai menunjukkan banyak deviasi dari koridor – koridor yang paradigmatik untuk dikembalikan kepada koridor “cita – cita luhur para pendiri bangsa yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kesetaraan harkat dan martabat setiap orang dihadapan hukum dan pemerintahan sesuai dengan konsep Demokrasi Konstitusional.
Seyogyanya rakyat Indonesia tidak terbawa arus gonjang – ganjing dan hiruk – pikuk politik yang menjadi alat propaganda kelompok kepentingan (interest group) tertentu yang memanipulasi fakta sejarah. Segenap lapisan masyarakat Indonesia harus senantiasa berusaha memposisikan dirinya sebagai pemersatu dan corong kebenaran untuk secara berhati – hati menanggapi situasi gonjang – ganjing dan hiruk – pikuk sehingga tidak terkontaminasi dengan berita bohong (hoax), sembari berusaha fokus pada perhatian agar “hakekat memperjuangkan tujuan bangsa” kembali kepada paradigma – paradigma yang telah disepakati secara nasional, sebagai titik tolak solusi dari upaya mencegah dan mengantisipasi disintegrasi bangsa.
Writer and Copy Right: Dr. (Cand.) Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002