KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN
FUNGSI HUKUM dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara negara (state) atau masyarakat (community) dengan warga Negara (citizen) dan hubungan antara manusia (relationship between humans), agar kehidupan di dalam masyarakat berjalan dengan lancar dan tertib. Adanya fungsi hukum yang demikian membawa implikasi pada TUGAS HUKUM yaitu untuk mencapai kepastian hukum (demi adanya tertib hukum) dan keadilan di masyarakat. Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan – peraturan umum atau kaedah – kaedah yang berlaku umum. Agar tercipta suasana yang aman dan tenteram di dalam masyarakat, maka peraturan – peraturan harus ditegakkan serta dilaksanakan secara tegas, dan untuk kepentingan tersebut, maka kaedah – kaedah hukum (legal norms) tersebut harus diketahui sebelumnya dengan pasti, melalui proses sosialisasi dan publikasi, antara lain dalam Berita Negara.
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad kedua puluh, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran”. Berkaitan erat dengan “keadilan” dalam suatu negara yaitu aspek kebijakan publik (public policy) Pemerintah dalam rangka menegakkan hak – hak asasi manusia (human rights) dan perlakuan yang sama dihadapan hukum (equality before the law). Selaras dengan konsepsi tersebut, C.F.G. Sunaryati Hartono mengemukakan suatu deskripsi sebagai berikut: “Maka baik teori maupun praktek hukum telah menjelaskan kepada kami, bahwa hukum memang mempunyai peranan yang penting, khususnya untuk menjaga keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara berbagai kepentingan di dalam masyarakat, dan dengan demikian memelihara lingkungan kehidupan sosial yang sehat dan bersih berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.[1] Berdasarkan penjelasan C.F.G. Sunaryati Hartono tersebut maka dapat dipahamai bahwa pada hakekatnya keadilan mempunyai korelasi yang erat dengan tugas dan fungsi pemerintahan untuk memberdayakan peranan hukum dalam interaksi kehidupan sosial bermasyarakat.
Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Berbagai variasi definisi (batasan makna) dari TEORI KEADILAN menimbulkan anggapan bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. Esensialia dari KEADILAN adalah menempatkan segala sesuatu keadaan, hak dan kewajiban sesuai dengan porsi kedudukan dan kapasitas subyek hukum.
Keadilan secara praktis – teoritis mengandung muatan aspek filosofis yaitu norma hukum, nilai, keadilan,moral, dan etika. Hukum sebagai pengemban nilai keadilan, nilai keadilan jugamenjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Keadilan memiliki sifat normatif sekaliguskonstitutif bagi hukum. Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif dan tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum.
Dogma “Positivisme Hukum” merupakan mazhab yang menekankan prinsip bahwa segala hal itu haruslah konkret, dan yang konkret itulah yang benar. Hukum haruslah tertulis, dibuat oleh lembaga berwenang, mengandung perintah dan sanksi, dan lepas dari pertimbangan nilai-nilai yang tak konkret misalnya keyakinan. Dalam konteks penegakkan hukum, kaedah – kaedah hukum yang dinyatakan berlaku surut seringkali menimbulkan ketidakpastian hukum. Kepastian hukum tidak perlu berarti bahwa seluruh wilayah negara di dalam segala hal hanya ada satu macam peraturan. Mungkin wujud kepastian hukum hukum adalah peraturan – peraturan dari pemerintah pusat yang berlaku umum di seluruh wilayah negara seperti peraturan Hukum Tata Usaha Negara di negara Republik Indonesia.
Esensi dari kepastian hukum bukanlah terletak pada batas – batas keberlakuan kaidah hukum (norma hukum) tersebut menurut wilayah atau golongan – golongan dalam masyarakat, akan tetapi justeru terletak pada kepastian tentang bagaimana para warga masyarakat menyelesaikan persoalan – persoalan hukum, bagaimana mereka menyelesaikan pertikaian – pertikaian yang terjadi, peranan – peranan dan lembaga – lembaga kemasyarakatan mana yang dapat memberi bantuan kepada para warga masyarakat, bagaimana peranan – peranan tersebut terorganisir dan sampai sejauh mana kewenangannya dalam menyelesaikan setaip sengketa (disputes) yang terjadi akibat interaksi anggota – anggota masyarakat. Kepastian hukum dapat pula terwujud didalam keputusan – keputusan pejabat – pejabat yang berwenang. Yang dimaksudkan dengan keputusan disini adalah sebagaimana dikemukakan oleh Logemann, sebagai berikut: “ …. Een beslissing, wier verwerkelijking niet allen past in die orde, maar waarvan tevens gezegd moet worden dat zij onder gelijke relevante omstandigheden in dat gegeven kader van orde en warden steeds precies een der gegeven behoort te worden, naar oordeel van hem, die haar gaf”.
Tujuan negara modern (modern state) pada masa sekarang adalah untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat (achieve people’s welfare and happiness) negara tersebut, atau dengan perkataan lain, untuk mencapai keadilan sosial (welvaarstaat). Suatu Negara yang negatif akan menjadi Negara kekuasaan (machtsstaat). Berbeda dengan kepastian hukum yang bersifat umum, maka keadilan lebih menekankan pada faktor atau keadaan – keadaan yang khusus. Hal ini disebabkan oleh karena keadilan itu sebenarnya merupakan soal perasaan.
Keadilan sebenarnya merupakan suatu keadaan keseimbangan yang membawa ketenteraman di dalam hati orang yang apabila diganggu akan menimbulkan goncangan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa keadilan senantiasa mengandung suatu unsur penghargaan, penilaian atau pertimbangan. Selo Soemardjan mengatakan: “…. keadilan sosial hidup di dalam suatu masyarakat apabila setiap golongan merasa dirinya mendapat penghargaan yang sewajarnya dari golongan – golongan yang lain, sedang setiap golongan itu tidak merasa dirugikan karena perbuatan atau kegiatan golongan yang lain”.
__________________________________________
[1] C.F.G. Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional.Penerbit Alumni, Bandung, Cetakan I, tahun 1991. halaman 30.
Writer and Copy Right: Dr. (Cand.) Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002