PENGERTIAN HAK

Terminologi dalam  bahasa Belanda, dikenal adanya 2 (dua) jenis “hukum”, yaitu; 1) HUKUM OBYEKTIF, dan 2) HUKUM SUBYEKTIF. Sebenarnya jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka Hukum Obyektif itu adalah “hukum” itu sendiri, sedangkan Hukum Subyektif adalah “hak”.

Prof. Holand dengan tegas mengatakan bahwa  dimaksudkan sebagai “HAK” adalah “One man’s capacity of influencing the acts of  an others, by means, not  of his own strength, but of the opinion or the force of society”. Menurut Prof. Holand bahwa “hak merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perbuatan/tindakan orang lain, bukan jalan dengan kekuatannya sendiri, melainkan didasarkan pada pendapat atau kekuatan masyarakat”.

DIAS beranggapan bahwa hak itu sebagai suatu tuntutan yang karena adanya suatu kaidah hukum yang dipunyai oleh seseorang terhadap orang lain, agar orang lain itu berbuat/bertindak menurut suatu kaidah tertentu. Menurut Dias: “A right is a claim, whether enforceable, or not, which resides by virtue of a rule of law in any given person, that another person, also by virtue of law, shall behave in a particular way”.

Menurut sistem hukum Barat, hak adalah alat untuk memungkinkan manusia mengembangkan jiwa raganya dengan sepenuhya, seperti dikatakan oleh ERNEST BARKER“May right in general are my part and portions of a whole system of right, as expressed and embodied in my particular person, an they are part and portion”.

Konsepsi HAK bagi masyarakat Indonesia yaitu “hak itu bukanlah untuk digunakan secara sepenuhnya, melainkan juga harus memperhatikan kepentingan kolektif”. Menurut Prof. Dr. Achmad Ali, SH., MH. dan Dr. Wiwie Heryani, SH., MH. bahwa “kebebasan yang sebebas – bebasnya justeru adalah ketidakbebasan”.

Prof. Dr. Achmad Ali, SH., MH. dan Dr. Wiwie Heryani, SH., MH., secara eksplisit menyatakan bahwa  “hak adalah kebebasan untuk berbuat sesuatu menurut hukum, dengan memperhatikan kepentingan kolektif”. Berkenaan  dengan pengertian “hak” maka terdapat adigium dalam  hukum yang menyatakan “Quod licet jovi non licet bovi”, “apa yang boleh dilakukan oleh seseorang belum berarti yang lain juga boleh melakukannya”.

Pengertian “HAK” secara umum adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh seseorang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir (dalam kandungan ibunya). Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), esensi  hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan). Secara historikal, wacana mengenai  “hak”  relatif lebih baru pembahasannya  dibandingkan dengan wacana  “kewajiban”, walaupun dalam kenyataan yang sebenarnya (in concreto) “kewajiban” sebagai bentuk tanggung jawab telah dipraktekkan dalam interaksi kehidupan bermasyarakat  sehari – hari.  Wacana mengenai  hak baru diintrodusir  secara formal pada tahun 1948 melalui Deklarasi Internasional tentang Hak – Hak Asasi Manusia – Perserikatan Bangsa – Bangsa  (PBB), sedangkan wacana mengenai  kewajiban (bersifat umum) telah lebih dahulu lahir melalui ajaran agama di mana manusia berkewajiban menyembah Tuhan, dan berbuat baik terhadap sesama.


Created  and Posted By:
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002

 

News Feed