PROSEDUR PEMERIKSAAN PERKARA DALAM  PRAKTEK  PERADILAN  PERDATA

VARIA PERADILAN5,538 views
'Une Petroleuse', Paris Commune, 1871. Artist: Anon
PROSEDUR PEMERIKSAAN PERKARA DALAM  PRAKTEK  PERADILAN  PERDATA

 

  1. Sidang dinyatakan DIBUKA dan TERBUKA  untuk umum,  kecuali persidangan yang dinyatakan tertutup untuk umum (Sidang Tertutup  untuk umum diterapkan  untuk perkara – perkara atau kasus – kasus  dalam ranah/domein  Hukum Keluarga misalnya perceraian, pidana anak, kasus kesusilaan dan beberapa kasus tertentu yang menurut prosedurnya dilakukan secara tertutup. Sebagai catatan dapat ditegaskan bahwa apabila Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo mengabaikan syarat “Sidang Dibuka dan Terbuka untuk Umum” maka menimbulkan implikasi yuridis yaitu putusan dalam perkara tersebut adalah batal putusan demi hukum.atau null and void.
  2. Para pihak yang berperkara/pihak yang bersengketa, yang terdiri dari “Penggugat dan Tergugat” atau “Para Penggugat dan Para Tergugat”  diperintahkan memasuki ruang sidang, pada hari sidang yang telah ditetapkan sesuai dengan “Relaas Panggilan Sidang”.
  3. Majelis Hakim melakukan pemeriksaan identitas Para Pihak, apakah yang hadir di persidangan adalah Pihak Prinsipal atau Pihak Formil atau Kuasa Hukum. Dalam hal yang hadir adalah Pihak Formil dari suatu perseroan/perusahaan atau instansi Pemerintah maka yang diperiksa adalah identitasnya dan Surat Tugasnya. Begitu pula, apabila yang hadir adalah Kuasa Hukum (Advocate ~ Advokat atau Lawyer ~ Pengacara) maka secara teknis prosedural dilakukan pemeriksaan Surat Kuasa Khusus, Surat atau Kartu  Ijin Praktek sering pula disebut Kartu Tanda Anggota (KTA) ~ Advocate Licence/Advocate Permission,  termasuk  organisasi Advokat atau Pengacara yang bersangkutan. Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, yang berbunyi: Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini”.

Selanjutnya ketentuan Pasal 3 1 Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, menentukan:

(1) Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  1. warga negara Republik Indonesia;
  2. bertempat tinggal di Indonesia;
  3. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
  4. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
  5. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
  6. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
  7. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
  8. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
  9. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.

(2) Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

  1. Apabila Kedua Belah Pihak/Para Pihak atau pihak – pihak yang bersengketa lengkap hadir semuanya  maka Majelis Hakim memberi kesempatan kepada pihak – pihak yang bersengketa/berperkara  untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang telah diajukan ke persidangan, melalui musyawarah kekeluargaan untuk mencapai permufakatan secara damai (dading) melalui upaya jalur mediasi (mediation, bemiddeling).
  2. Dalam rangka upaya mediasi, Majelis Hakim menawarkan kepada pihak – pihak yang bersengketa, apakah akan menggunakan Mediator dari lingkungan Pengadilan Negeri (PN)  bersangkutan atau Mediator dari luar, sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA RI)  Nomor 1 Tahun 2008.
    • Pasal 7 ayat (1) Indonesia PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008 berbunyi: “Pada  hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi”.
    • Pasal 8 ayat (1) Indonesia PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008 berbunyi:”Para pihak berhak memilih mediator diantara pilihan – pilihan berikut: a) Hakim bukan pemeriksa perkara pada Pengadilan yang bersangkutan, b) Advokat atau akademisi hukum”.
  3. Apabila dalam “upaya mediasi” tercapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa secara damai (dading)  maka perdamaian tersebut dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian yang bertitel (irah – irah)  DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
  1. Apabila dalam “upaya mediasi” tidak tercapai kesepakatan damai (dading), maka persidangan dilanjutkan dengan pembacaan Surat Gugatan oleh Penggugat atau Kuasa atau Kuasa Hukum yang telah ditunjuknya.
  2. Apabila tidak ada perubahan dalam Surat Gugatan Penggugat, maka acara persidangan selanjutnya adalah Jawaban dari Tergugat; (Jawaban berisi Eksepsi, Bantahan, Permohonan Putusan Provisionil, Gugatan Rekonvensi).
  3. Apabila dalam pemeriksaan perkara a quo di persidangan, terdapat Gugatan Rekonvensi dari Tergugat  dalam Konpensi, maka posisi Tergugat  dalam Konpensi berubah menjadi  Penggugat dalam Rekonvensi.
  4. Replik dari Penggugat, disertai Jawaban dalam Gugatan Rekonpensi dalam kedudukannya sebagai Tergugat dalam Rekonpensi.
  5. Pada saat berlangsungnya proses “surat – menyurat” atau “jawab – jinawab” ada kemungkinan muncul gugatan intervensi (voeging, vrijwaring, toesenkomst).
  6. Sebelum acara pembuktian dalam pemeriksaan perkara a quo, ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugat intervensi).
  7. Prosedur Acara Pembuktian, lazimnya dimulai sebagai berikut:
    • Pembuktian dari Penggugat berupa surat bukti, saksi, dan ahli.
    • Pembuktian dari Tergugat berupa surat bukti, saksi, dan ahli.
    • Dalam keadaan tertentu Majelis Hakim dapat melakukan pemeriksaan setempat atas  objek sengketa (descente).
  8. Kesimpulan dari masing -masing pihak yang berperkara.
  9. Musyawarah oleh Majelis Hakim.
  10. Pembacaan Putusan Majelis Hakim.

Note: Isi putusan Majelis Hakim dapat berupa Gugatan dikabulkan (seluruhnya atau sebagian); Gugatan ditolak, atau Gugatan tidak dapat diterima.

 

Writer and Copy Right:
Dr.  Appe  Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant

News Feed