ASAS – ASAS KONTRAK
Dalam ilmu hukum, dikenal beberapa asas hukum terhadap suatu kontrak, yaitu:
- Asas kontrak sebagai hukum mengatur;
- Asas kebebasan berkontrak;
- Asas pacta sunt servanda;
- Asas konsensual’
- Asas obligator;
ASAS KONTRAK SEBAGAI HUKUM MENGATUR
Hukum mengatur (aanvullen recht, optional law) adalah peraturan – peraturan hukum yang berlaku bagi subyek hukum, misalnya para pihak dalam suatu kontrak. Akan tetapi, ketentuan hukum seperti ini tidak mutlak berlakunya karena jika para pihak mengatur sebaliknya, maka yang berlaku adalah apa yang diatur oleh para pihak tersebut. Jadi, peraturan yang bersifat hukum mengatur dapat dikesampingkan oleh para pihak. Pada prinsipnya hukum kontrak termasuk ke dalam kategori hukum mengatur, yakni sebagian besar (meskipun tidak seluruhnya) dari hukum kontrak tersebut dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan mengaturnya sendiri. Karena itu, hukum kontrak ini disebut sebagai hukum yang mempunyai sistem terbuka (open system). sebagai lawan dari hukum mengatur, adalah apa yang disebut dengan “hukum memaksa” (dwingend recht, mandatory law). Dalam hal ini, yang dimaksudkan oleh hukum memaksa adalah aturan hukum yang berlaku secara memaksa atau mutlak, dalam arti tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak yang terlibat dalam suatu perbuatan hukum, termasuk oleh para pihak dalam suatu kontrak;
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) ini merupakan konsekwensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hukum yang mengatur. Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. Asas kebebasan berkonrak ini dibatasi oleh rambu – rambu hukum, sebagai berikut:
- Harus memenuhi syarat sebagai suatu kontrak;
- Tidak dilarang oleh undang – undang;
- Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku;
- Harus dilaksanakan dengan itikad baik;
ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Istilah “pacta sunt servanda” berarti “janji mengikat”. Yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak, mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi konrak tersebut. Istilah terkenalnya adalah “my word is my bonds”, atau sesuai dengan tamsilan bahasa Indonesia bahwa “jika sapi dipegang talinya, jika manusia dipegang mulutnya”. Mengikatnya secara penuh atas kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut oleh hukum kekuatannya dianggap sama saja dengan, kekuatan mengikat suatu undang – undang. Karena itu, apabila suatu pihak dalam kontrak tidak menuruti kontrak yang telah dibuatnya, oleh hukum disediakan sarana ganti rugi atau bahkan dapat dilakukan pelaksanaan kontrak secara paksa;
ASAS KONSENSUAL
Yang dimaksud dengan asas konsensual dari suatu kontrak adalah bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya persyaratan tertulispun tidak disyaratkan oleh hukum, kecuali untuk beberapa jenis kontrak tertentu, yang memang diharuskan syarat tertulis. Syarat tertulis tersebut misalnya diharuskan untuk jenis kontrak, sebagai berikut:
- Kontrak perdamaian;
- Kontrak pertanggungan;
- Kontrak penghibahan;
- Kontrak jual beli tanah;
ASAS OBLIGATOIR
Asas obligatoir adalah suatu asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata – mata. Sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak kebendaan (zakelijke overeenkomst) belum terjadi. Jadi, jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja, hak milik belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak milik baru berpindah setelah adanya kontrak kebendaan tersebut atau yang sering disebut juga dengan serah terima (levering). Hukum kontrak Indonesia memberlakukan asas obligatoir ini karena hukum kontrak Indonesia berdasarkan pada Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Sungguh pun hukum adat tentang kontrak tidak mengakui asas obligatoir karena asas hukum adat memberlakukan asas kontrak riil. Artinya, suatu kontrak haruslah dibuat secara riil, dalam hal ini harus dibuat secara “terang” dan “tunai”. Dalam hal ini kontrak haruslah dilakukan di depan pejabat tertentu, misalnya di depan penghulu adat atau ketua adat, yang sekaligus juga dilakukan levering – nya.Jika hanya sekedar janji – jani saja, seperti dalam sistem obligatoir, dalam hukum adat kontrak seperti itu tidak mempunyai kekuatan sama sekali.
Created and Posted By: Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH. Lecturer, Advocate and Legal Consultant Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002