HUBUNGAN HUKUM
Hubungan Hukum (Rechtsbetrekking) adalah hubungan antara 2 (dua) atau lebih subyek hukum. Secara garis besar hubungan hukum dapat dibedakan menjadi:
- Hubungan nebeneinander/sederajat dan hubungan nacheinander/beda derajat;
Yang sederajat tidak hanya terdapat dalam hukum perdata, tetapi juga dalam Hukum Tata Negara (Hukum Negara) misalnya antara provinsi yang satu dengan yang lainnya. Yang beda derajat tidak hanya dalam Hukum Negara (antara Penguasa dengan Warga), tetapi juga dalam Hukum Perdata (antara orang tua dan anak);
- Hubungan timbal balik dan hubungan timpang (bersifat sepihak);
Disebut timbal balik hubungan itu, karena para pihak sama – sama mempunyai hak dan kewajiban (contoh: Perjanjian Kerjasama). Dalam hubungan timpang, maka pihak yang satu hanya mempunyai hak saja sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban saja (contoh: Hibah dan Wasiat);
Berdasarkan uraian diatas, maka secara umum Hubungan Hukum dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
- Hubungan hukum bersegi satu (eenzijdige rechtsbetrekkingen)
Dalam hal hubungan hukum yang bersegi satu hanya satu pihak yang berwenang. Pihak lain hanya berkewajiban. Jadi dalam hubungan hukum yang bersegi satu hanya ada satu pihak saja berupaya memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata)
Misalnya :
– Tiap perikatan untuk memberikan sesuatu diatur dalam Pasal 1235 s/d 1238 KUH Perdata;
– Pasal 1235 KUH Perdata, berbunyi “dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan.
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan”;
– Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu diatur dalam Pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata;
Pasal 1239 KUH Perdata berbunyi:
“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban penggantian biaya, rugi dan bunga”.
- Hubungan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtsbetrekkingen)
Contoh: :
Dalam suatu perjanjian jual-beli kedua belah pihak (masing-masing) berwenang/berhak meminta sesuatu dari pihak lain. Tetapi sebaliknya kedua belah pihak (masing-masing) juga berkewajiban untuk memberi sesuatu pada pihak yang lain (Pasal 1457 KUH Perdata);
- Hubungan antara “satu” subyek hukum dengan “semua” subyek hukum lainnya
Selain hubungan hukum bersegi satu dan bersegi dua di atas, acapkali masih ada hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum lainnya. Hubungan ini terdapat dalam hal “eigendomsrecht” (hak milik)
Contoh: :
Menurut Pasal 570 KUHPerdata, yang menjadi pemilik tanah berhak/berwenang memungut segala kenikmatan (genot) dari tanah itu, asal saja pemungutan kenikmatan itu tidak dilakukan secara bertentangan dengan peraturan hukum atau bertentangan dengan kepentingan umum. Pemilik berhak pula memindah-tangankan atau vervreemden (menjual, memberikan, menukar, mewariskan) secara legal. sebaliknya “semua” subyek hukum lainnya berkewajiban mengakui bahwa yang mempunyai tanah adalah pemiliknya dan berhak memungut segala kenikmatan dari tanah itu.
Hukum dan masyarakat memiliki fungsi serta peranan yang mempunyai hubungan kausalitas. Fungsi hukum pada masyarakat adalah untuk mencegah konflik kepentingaan dan menciptakan keteraturan dalam berinteraksi dalam berbagai aspek. Dalam konteks ini, hukum merupakan pedoman untuk menyelesaikannya berbagai konflik kepentingan berdasarkan norma umum dan/atau kaidah serta klausula – klausula yang disepakiti dalam suatu perjanjian. Dengan demikian HUKUM merupakan instrumen keajegan dalam setiap HUBUNGAN HUKUM yang terdapat dalam masyarakat, sebagai konsekwensi yuridis dari korelasi – korelasi di bidang aspek ekonomi, aspek politik, aspek sosial kemasyarakatan, dan sebagainya.