LAW FIRM APPE HAMONANGAN HUTAURUK & ASSOCIATES
UPAYA KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Merujuk pada ketentuan UNCAC, maka kerjasama internasional mengenai masalah pemberantasan tindak Pidana Korupsi dapat diwujudkan dalam bentuk Ekstradisi, Transfer Narapidana, Bantuan Hukum Timbal Balik, Kerjasama penegakan hukum, Penyidikan bersama, serta dikenalkannya teknik-teknik penyidikan khusus. Berikut dapat dikemukakan penjelasan beberapa bentuk upaya kerjasama internasional dalam rangka pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
EKSTRADISI
Pengertian Ekstradisi:menurut Pasal 1 Undang – Undang Nomor 1 tahun 1979 “Ekstradisi adalah penyerahan atas seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu tindak Pidana, yang dilakukan oleh suatu negara kepada negara peminta. Sedangkan menurut Black Law Dictionary : “The surrender by one state or country to another of an individual accused or convicted of an offense outside its own territory and within the territorial jurisdiction of the other, which, being competent to try and punish him, demands the surrender”. Ekstradisi hanya berkaitan penyerahan seorang pelaku kejahatan dari suatu negara ke negara lain. Dengan demikian, perjanjian ekstradisi tidak dapat digunakan oleh suatu negara untuk maksud –maksud selain penyerahan orang, seperti mendapatkan barang bukti atau hasil suatu kejahatan (mutual legal assistance in criminal matters /MLA). Saat ini Indonesia sudah mempunyai beberapa perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara yaitu:
a. Perjanjian ekstradisi antara RI dan Philipina : Ditandatangani tanggal 10 Februari 1976. Diratifikasi dengan UU No. 10 tahun 1976 tanggal 26 Juli 1976.
b. Perjanjian ekstradisi RI – Thailland : Ditandatangani tanggal 29 Juni 1976. Diratifikasi dengan UU No. 2 tahun 1978
c. Perjanjian ekstradisi RI – Australia Ditandatangani tanggal 22 April 1992. Diratifikasi dengan UU No. 8 tahun 1994.
d. Perjanjian Ekstradisi RI- hongkong : Ditandatangani tanggal 5 Mei 1997. Diratifikasi dengan UU No. 1 tahun 2001RI – South Korea Ditanda tangani tanggal 28 November 2000 Dan Sedang dalam proses ratifikasi
e. Perjanjian Ekstradisi antara RI- Malaysia : Ditandatangani pada tanggal 7 Juni 1974. Diratifikasi dengan UU No. 9 tahun 1974 tanggal 26 Desember 1974.
MUTUAL LEGAL ASSISTANCE
Ekstradisi hanya berkaitan penyerahan seorang pelaku kejahatan dari suatu negara ke negara lain. Dengan demikian, perjanjian ekstradisi tidak dapat digunakan oleh suatu negara untuk maksud –maksud selain penyerahan orang, seperti mendapatkan barang bukti atau hasil suatu kejahatan.
Upaya suatu negara untuk memperoleh barang bukti atau menarik kembali barang hasil kejahatan hanya dapat dilakukan mekanisme melalui Mutual Legal Assistance (MLA). MLA pada dasarnya suatu mekanisme formal dimana suatu negara dapat meminta negara lain untuk memberikan bantuan guna suatu penyidikan, penuntutan, pengadilan suatu perkara Pidana. Walaupun tunduk pada prinsip-prinsip hukum yang sama, MLA sangat berbeda dengan ekstradisi. MLA sama sekali tidak menyangkut dengan “penangkapan” atau “penyerahan” seseorang. MLA lazimnya meliputi, antara lain, bantuan untuk menyampaikan barang bukti, pemeriksaan saksi, pengeledahan, penyitaan, dan pengembalian barang (harta) hasil kejahatan.
TRANSFER NARAPIDANA
Pengertian TSP (Transfer of Sentenced Person) adalah salah satu bentuk kerjasama antar negara di bidang hukum selain ekstradisi (extradition) dan bantuan hukum timbal balik dalam perkara Pidana (mutual legal assistance in criminal matters /MLA). TSP (Transfer of Sentenced Person) dapat dilakukan melalui Perjanjian Perpindahan Narapidana (Treaty on TSP). Dalam TSP (Transfer of Sentenced Person), suatu negara (administering state) meminta bantuan negara lain (sentencing state) untuk memindahkan seorang narapidana untuk menjalani hukuman yang telah di jatuhkan atas naraPidana tersebut di administering state. TSP tidak dapat diartikan sebagai pertukaran narapidana (exchange of prisoners) yang biasanya terkait dengan tahanan perang (prisoners of wars / POW) yang mana biasanya dilaksanakan secara resiprokal dengan jumlah tahanan yang sama atau senilai. TSP adalah upaya memindahkan naraPidana yang dilakukan atas dasar kasus per kasus dan sesuai dengan kepentingan negara pada saat itu yang tidak selalu bersifat resiprokal.TSP dilatarbelakangi oleh pertimbangan kemanusiaan dan HAM. Pertimbangan bahwa naraPidana akan lebih nyaman bila menjalankan hukumannya di negara asal karena lebih dekat dengan keluarga dan budaya merupakan dasar negara-negara membentuk Perjanjian TSP satu sama lainnya. Namun demikian, pertimbangan tersebut bukan satu-satunya faktor agar suatu negara membentuk Perjanjian TSP. Pertimbangan sistem hukum turut mewarnai problematika pembentukan Perjanjian TSP.
Terdapat beberapa prinsip-prinsip Hukum TSP (Transfer of Sentenced Person) yang selalu digunakan oleh negara-negara dalam mempraktekan TSP, yakni:
- TSP Transfer of Sentenced Person) dilakukan berdasarkan suatu Perjanjian. Namun tidak menghalangi suatu negara untuk memindahkan seorang narapidana tanpa adanya suatu Perjanjian tersebut.
- Adanya suatu kesepakatan (consent ) antara administering statedan sentencing state. Kemudian, narapidana yang akan dipindahkan memberikan persetujuannya (consent). Narapidana tersebut pun masih memiliki hak untuk menolak dipindahkan;
- Sang Narapidana merupakan warganegara administering state.
- Putusan yang dijatuhkan atas narapidana tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (final) dan mengikat (binding);
- Sisa hukuman yang harus dijalani oleh narapidana tersebut di administering stateadalah minimal 6 (enam) bulan. Dan narapidana tersebut telah menjalani sebagian besar hukuman tersebut di sentencing state;
- Pelaksanaan putusan setelah dipindahkan dapat dilakukan dengan berkelanjutan (continued enforcement) atau dikonversikan (conversion of sentence). Yang menentukan apakah hukuman tersebut continuedmaupun converted adalah sistem hukum administering state, kecuali dalam perjanjian ditentukan lain;
- Narapidana yang telah dipindahkan dapat diberikan ampunan (pardon), amnesty (amnesty), atau dikomutasikan (commutation). Yang menentukan apakah narapidana tersebut dapat diberikan pardon, amnesty, maupun commutation adalah sistem hukum administering state, kecuali dalam perjanjian ditentukan lain.
Writer and Copy Right:
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002
UNIVERSITAS MPU TANTULAR
___________________
HIMBAUAN PARTISIPASI:
Sebagai PEMILIK dan PENULIS artikel – artikel dalam Blogger NEWS AND STUDIES, BERITA HUKUM & KEBIJAKAN PUBLIK, WEBSITE LAW FIRM APPE HAMONANGAN HUTAURUK dan WEBSITE BERITA HUKUM – KEBIJAKAN PUBLIK saya menyatakan:
- Mengajak ENDORSE untuk memasang iklan pada artikel – artikel di NEWS AND STUDIES, BERITA HUKUM & KEBIJAKAN PUBLIK, WEBSITE LAW FIRM APPE HAMONANGAN HUTAURUK dan WEBSITE BERITA HUKUM – KEBIJAKAN PUBLIK dengan langsung menghubungi saya;
- Mempersilahkan rekan – rekan dan khalayak umum untuk mengcopy seluruh konten yang terdapat dalam Blogger NEWS AND STUDIES, BERITA HUKUM & KEBIJAKAN PUBLIK, WEBSITE LAW FIRM APPE HAMONANGAN HUTAURUK dan WEBSITE BERITA HUKUM – KEBIJAKAN PUBLIK, akan tetapi sebagai ungkapan KEPEDULIAN kiranya berkenan memberikan partisipasi umpan balik dalam bentuk komentar.
@appehamonangan68(appehamonangan68)TikTok
Salin Kode Undangan SnackVideo Appe Hamonangan Hutauruk: 873 879 381
https://www.youtube.com/channel/UCedp8eUSKI0upnkURG7TRmw
https://opensea.io/AppeHamonanganHutauruk
Berkomitmen sebagai pemerhati kebijakan publik dan kinerja pemerintah maupun swasta, penegakkan hukum, sosial kemasyarakat, politik dan hak – hak asasi manusia, dengan melakukan kritisi membangun tanpa ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong (hoax).
#BeritaHukumKebijakanPublik.com
#appehamonanganhutauruk
#https://opensea.io/AppeHamonanganHutauruk