UPAYA MENGUBAH BUDAYA KORUPSI MELALUI REFORMASI BIROKRASI

Cartoon On The Tiercering Of 1810

UPAYA MENGUBAH BUDAYA KORUPSI MELALUI REFORMASI BIROKRASI

 

Reformasi birokrasi menjadi upaya preventif dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi yang masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Tindakan memperkaya diri sendiri ini kerap dilakukan oleh pejabat publik dan mulai dianggap sebagai budaya yang telah mendarah daging. Dalam laporan Transparency International yang dirilis tahun 2021 indeks korupsi di Indonesia turun dari urutan 85 dengan skor 40 menjadi 102 dengan skor 37 dari 180 negara. 

Reformasi birokrasi terhadap jajaran birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan memiliki wewenang dalam mengelola aset publik, menentukan kebijakan, dan memberikan layanan. Dengan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki jajaran birokrasi harus diikuti dengan kontrol diri yang kuat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Saat ini permasalahan etika dan integritas jajaran birokrasi harus diperhatikan. Untuk mencegah tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan sejenisnya diperlukan suatu standar etika dan integeritas.

Dengan banyaknya kasus pelanggaran etika dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik menyebabkan citra negatif terhadap birokrasi di Indonesia contohnya di lingkungan pemasyarakatan.  Untuk mengembalikan citra tersebut, pemasyarakatan berupaya untuk membenahi birokrasi dengan mengupayakan pembenahan kualitas birokrasi sehingga jajaran birokrasi dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Untuk mengefektifkan peran birokrasi tersebut diperlukan transformasi birokrasi dalam hal tatanan individual maupun kelembagaan.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai perilaku melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang didapatkan karena jabatan atau kedudukan merupakan bentuk tindak pidana korupsi. Korupsi dianggap sebagai perilaku suatu individu dengan menggunakan wewenang yang dimiliki untuk keuntungan pribadi serta merugikan kepentingan umum dan negara. Korupsi terjadi ketika pejabat atau pegawai yang memiliki kewenangan menyalahgunakan kewenangan tersebut untuk memperkaya diri sendiri.

Budaya korupsi termasuk tindak pidana yang sudah seharusnya dicegah sejak dini. Salah satu upaya pemerintah dalam mencegah tindak pidana korupsi adalah dengan membuat saluran Pengaduan Masyrakat KPK. Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi melakukan suatu perubahan dengan membuat saluran Pengaduan Masyarakat KPK. Lewat inovasi ini KPK berharap masyarakat lebih mudah untuk menyampaikan aspirasi berupa laporan dugaan tindakan korupsi kepada KPK sehingga dapat mempersulit pelaku tindak pidana korupsi.

Pencegahan tindak pidana korupsi berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Dalam undang-undang tersebut secara implisit menegaskan bahwa sebagai bentuk pencegahan tindak pidana korupsi maka perlu mengadopsi asas umum pemerintah negara yang baik yaitu asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum dengan tujuan menciptakan sistem penyelenggara negara yang baik dan bersih dari KKN.

Sebagai upaya preventif dalam mencegah tindak pidana korupsi melalui pendekatan implisit yang berdasarkan pada hukum tak tertulis berupa etika, moral, dan integritas yang terdapat pada pedoman, sistem pengendalian, dan pengelolaan sudah seharusnya diperkuat proses implementasinya. Salah satu upaya konkret pemerintah dalam mencegah tindak pidana korupsi adalah infrastruktur etika yang terdapat pada agenda reformasi birokrasi.

Criminal Justice System memiliki peranan penting untuk mencapai pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi, makna dari integrated criminal justice system adalah keselarasan dalam memahami falsafah mengenai jalannya sistem peradilan pidana. Di dalam pemasyarakatan sendiri muncul berbagai penyimpangan dan pelanggaran hukum seperti korupsi, penting dicarikan solusi dengan cara pendekatan melalui pengawasan khusus yang dilakukan oleh lembaga eksternal institusi lembaga pemasyarakatan tersebut.

Pengukuhan etika dan integritas birokrasi dalam upaya pencegahan korupsi berpedoman pada konsep berpikir Organization for Economic Cooperation and Development  (OECD, 1996). Konsep ini menegaskan tiga infrastuktur etika, yaitu pengelolaan, sistem akuntabilitas, dan pedoman. Infrastruktur etika sangat dibutuhkan karena sampai saat ini penyelenggaraan pemerintah yang bebas dan bersih dari KKN belum mencapai harapan.

Lemahnya etika dan integritas birokrasi menyebabkan berbagai masalah seperti belum maksimalnya implementasi peraturan perundangan pencegahan korupsi, sistem akuntabilitas yang belum efektif, komitmen pemimpin dan lemahnya pengawasan masyarakat terhadap kinerja jajaran birokrasi. Salah satu agenda reformasi birokrasi adalah infrastruktur etika. Dalam prakteknya reformasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja Menteri, Pimpinan Lembaga dan Kepala daerah dalam memenuhi tanggung jawab dan kewajiban dengan mengintegrasikan bidang finansial, birokrasi, dan pelaksanaan otonomi.

Dengan adanya reformasi maka akan memunculkan perubahan seperti perubahan standar pertanggungjawaban (accountability) dalam kebijakan pemerintah yang dapat dijadikan patokan. Dalam konteks birokrasi upaya peningkatan pemahaman terhadap aspek akuntabilitas dapat diterapkan melalui program peningkatan kineja yang mengutamakan manajemen pengetahuan berbasis integritas dan moralitas. Setiap kebijakan yang diputuskan oleh pegawai yang juga termasuk sebagai ASN harus dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan yang berlaku dan berlandasan etika pelayanan publik.

Selain kompetensi teknis dan kepemimpinan, sebagai aparatur juga harus memiliki kompetensi etika yang menjabarkan tentang manajemen nilai, penalaran moral, moralitas individu, publik, dan etika organisasional. Jadi penguatan etika dan integritas birokrasi dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi sangat dibutuhkan. Korupsi termasuk tindak pidana yang sudah seharusnya diberantas. Korupsi adalah perilaku melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Reformasi birokrasi perlu dilakukan sebagai upaya preventif dalam mencegah tindak pidana korupsi. Infrastruktur etika sebagai salah satu agenda reformasi birokrasi bertujuan untuk memperkuat etika dan integritas jajaran birokrasi. Dengan kuatnya etika dan integritas tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran jajaran birokrasi untuk tindak melakukan tindak pidana korupsi.

Dr. Appe  Hutauruk, SH., MH.