TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN
Pelaksanaan suatu kontrak akibat adanya suatu perbuatan cidera/ingkar janji atau wanprestasi (breach of contract) yang dilakukan oleh satu pihak disebut dengan istilah “specific performance” atau “equitable performance” atau “equitable relieve”. Salah satu alasan model pelaksanaan kontrak akibat wanprestasi yang dapat diterapkan adalah apabila benda/barang atau obyek yang disebutkan dalam kontrak tersebut memiliki karakteristik yang tertentu yang jelas, seperti mengerjakan proyek tertentu yang disebutkan secara spesifik atau menyerahkan barang tertentu yang disebutkan secara tegas jenis dan spesifikasinya.
Kontrak (contract) adalah suatu pertukaran kewajiban (prestasi) yang mensyaratkan kontraktan terikat satu sama lain untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban – kewajiban sebagai bentuk hubungan hukum (rechtberekking) berupa perjanjian yang telah disepakati bersama. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata menjelaskan bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Berkaitan dengan batasan makna ketentuan normatif tersebut Subekti menyebutkan bahwa “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.
Namun demikian, berkaitan dengan pelaksanaan isi suatu kontrak yang telah disepakati, perlu pula dipahami tahap – tahap pembentukan atau pembuatan suatu kontrak dalam rangka mengantisipasi kondisi – kondisi atau kemungkinan – kemungkinan yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak – pihak tertentu. Oleh karena pada umumnya, tujuan para pihak menentukan kewajiban – kewajiban timbal balik yang diformulasikan dalam klausula – klausula kontrak adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masing – masing dalam rangka mencapai tujuan bersama, maka sering dilakukan rangkaian tahapan sebagai berikut:
I. Pra kontrak
Merupakan tahap negosiasi yang dilakukan oleh para pihak sebelum kontrak terbentuk dengan cara menyampaikan kehendak bebas masing – masing pihak yang biasanya diajuan melalui proposal lazimnya disebut dengan Letter of Intent (LoI) yaitu dokumen yang menyatakan niat/kehendak awal suatu pihak untuk melakukan hubungan kerjasama atau business dengan pihak lain. Dalam hal ini para pihak mengadakan negosiasi mengenai kepentingan masing – masing untuk kemudian melakukan pertukaran hak dan kewajiban dalam hubungan kontraktual.
II. Pembuatan Nota Kesepakatan/Kesepahaman
Setelah tercapai persesuaian kehendak antara para pihak, maka selanjutnya dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yaitu dokumen resmi yang berisi kesepakatan antara para pihak dalam bentuk tertulis dan formal. Memorandum of Understanding (MoU) sebagai bentuk Nota Kesepahaman atau Nota Kesepakatan disebut juga perjanjian pendahuluan. Secara yuridis, Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman belum memiliki sifat mengikat dan akibat hukum oleh karena hal tersebut hanya merupakan nota mengenai lingkup, maksud dan tujuan para pihak mengadakan kerjasama.
III. Pembuatan Kontrak
Menindaklanjuti kesepakatan yang telah disetujui oleh para pihak mengenai hal – hal yang akan diformulasikan sebagai bentuk hak dan kewajiban maka hal tersebut kemudian diresepsi dalam suatu akta yang disebut kontrak. Kontrak sebagai suatu bentuk hubungan hukum bersifat mengikat dan memiliki akibat hukum sesuai dengan asas konsensulalisme dan asas pacta sunt servanda sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 KUPerdata.
IV. Pelaksanaan kontrak
Pada tataran atau tahap ini, ipso jure (demi hukum) para pihak harus menununjukan itikad baik (good faith) dalam pelaksanaan (performance) pertukaran hak dan kewajiban (prestasi dan kontra prestasi) berdasarkan kesepakatan para pihak. Tahap ini juga disebut dengan istilah post-contractual phase.
Ketiga tahapan tersebut harus berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum kontrak. Suatu aturan atau norma pada hakikatnya mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya.
Beberapa aspek penting dalam tahap persiapan kontrak yaitu:
- pemahaman mengenai dasar hukum suatu kontrak yang dirancang;
- penguasaan bahasa hukum yang baik;
- kemampuan bernegosiasi untuk menentukan hak dan kewajiban yang nantinya akan dituangkan dalam kontrak.
Proses perancangan kontrak terdiri dari beberapa tahap, yaitu penelitian (research), penyusunan kerangka kontrak (outlining), dan penormaan (wording). Dengan melakukan penelitian, contract drafter akan memiliki pemahaman yang cukup mengenai kontrak yang dirumuskan.
Secara umum penyusunan kerangka kontrak, harus dituangkan dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
- Sistematis, lengkap dan jelas
Suatu kontrak yang dibuat secara sistematis, lengkap dan jelas, akan memudahkan para pihak untuk memahami hak dan kewajiban masing-masing yang dituangkan dalam kontrak.
- One clause one concept
Pengertian one clause one concept yang dimaksud adalah setiap klausula yang dibuat dalam kontrak memiliki satu konsep. Dengan menerapkan prinsip ini kontrak akan dapat dipahami dengan baik oleh para pihak maupun pihak ketiga misalnya hakim.
- Judul pada setiap klausula
Mencantumkan judul pada setiap klausula atau bagian pasal – pasal tertentu akan memudahkan dalam menelusuri kontrak yang dimaksud.
- Menerapkan prinsip 3P (predict, provide, protect);
Menyediakan ruang dan hak untuk melindungi kepentingan hukum terhadap kemungkinan – kemungkinan yang akan/mungkin terjadi dalam pelaksanaan kontrak, sehingga akan lebih mudah mengantisipasinya dengan menyediakan klausula klausula yang mengatur apabila kemungkinan tersebut terjadi. Klausula yang dibuat tersebut juga ditujukan untuk melindungi kepentingan para pihak, misalnya ketentuan mengenai adanya keadaan kahar (overmacht, force majeur) dan addendum/amandemen.