JUAL BELI SEBAGAI BENTUK HUBUNGAN HUKUM DALAM PERIKATAN

Private and Confidential

JUAL BELI SEBAGAI BENTUK HUBUNGAN HUKUM DALAM PERIKATAN

 

Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yang lain. Hukum mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Dengan demikian,  hubungan hukum  merupakan  perikatan antara individu dengan individu, antara individu dengan korporasi,  antara individu dengan masyarakat, bahkan antara individu atau korporasi dengan negara  dan seterusnya. Hubungan Hukum  adalah hubungan yang diatur oleh hukum, sehingga  hubungan yang tidak diatur oleh hukum bukan merupakan hubungan hukum.

Salah satu bentuk hubungan hukum yang paling lazim terjadi dalam interaksi kehidupan bermasyarakat adalah Perjanjian Jual Beli, sebagai suatu perikatan yang lahir dari perjanjian. Dengan demikian, dalam suatu Perjanjian Jual Beli juga harus memenuhi syarat – syatat yang ditentukan oleh Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) serta tidak boleh mengandung unsur paksaaan (dwang), kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog) maupun penyalahgunaan keadaan (undue influence) lainnya.

Pengaturah hubungan hukum Jual Beli sebagai suatu perikatan/perjanjian oleh Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) termaktub dalam Pasal 1457 KUHPerdata s/d Pasal 1540 KUHPerdata. Menurut ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata, Jual Beli  adalah “suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain membayar harga yang dijanjikan”. Sedangkan menurut doktrin yang dikemukakan oleh Prof. Subekti, SH., Jual Beli adalah “Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas sesuatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan” (vide Hukum Perjanjian, halaman 79).  Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa Jual Beli juga merupakan kontrak (Sale and Purchase, Koop en Verkoop), yaitu dimana 1 (satu) pihak yakni yang disebut Penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu barang, sedangkan pihak lain yang disebut Pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga dari barang yang menjadi obyek perikatan tersebut sesuai dengan ketentuan kesepakatan.

Dalam interaksi hukum Jual Beli, maka demi hukum (ipso jure) pihak Penjual mempunyai kewajiban untuk menjamin hal – hal sebagai berikut:

  1. Kepemilikan dan hak penguasaan barang (obyek Jual Beli) adalah sah, halal dan tidak berada dalam keadaan sengketa (status quo) dengan pihak lain;
  2. Barang (obyek Jual Beli) tidak mengandung cacat yang tersembunyi, sehingga dalam hal ini timbul konsekwensi yuridis yaitu pihak Penjual berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang benar dan tidak boleh ada tipu muslihat, mengenai barang yang akan dijual kepada Pembeli;

Dasar hukum yang menjadi pedoman dari Perjanjian/Perikatan/Kontrak Jual Beli sebagai suatu bentuk adanya hubungan hukum, meliputi:

  1. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Buku III Tentang Perikatan;
  2. Peraturan Perundang – Undangan Tentang Pertanahan, dalam hal berkaitan dengan Jual Beli Tanah;
  3. Hukum Adat setempat (daerah – daerah tertentu di Indonesia), dalam hubungannya dengan Masyarakat Adat;
  4. Yurisprudensi;
  5. Perjainjian Internasional, berkaitan dengan Jual Beli yang mengandung aspek internasional baik mengenai subyek hukum Perjanjian Jual Beli ataupun Obyek Hukum Perjanjian Jual Beli;
  6. Hukum Kebiasaan dalam lingkup interaksi perdagangan (dunia usaha), baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional;
  7. Doktrin, yaitu pendapat ahli yang terkemuka.

 

Created and Poted by:
Dr. Appe  Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant

News Feed